Minggu, 25 Maret 2012

Tas Sandang dan si Kepala yang Malang

Senin, 19 Maret 2012

Setiap hari Senin dan Rabu, awak les bahasa Inggris di LBI UI. Lagi-lagi transportasi yang digunakan mau tak mau adalah Bus TransJakarta karena hanya transit satu kali. Les dimulai pukul 7 malam dan harus berangkat sejam sebelumnya. Biar tak merasakan lamanya menunggu bus di shelter Tu Gas, awak pun naik dari shelter Sunan Giri. Setelah bus yang ditunggu-tunggu datang (hampir 30 menit waaak), naik juga dengan kondisi penumpang yang penuh sesak. Biasolah, kalo naik bus diatas jam 6 sore sudah dipastikan lamanya bus yang datang baik dari Pulo Gadung maupun dari Tu Gas. Dah transit di shelter Matraman, lagi-lagi kena tunggu lama. Antrian penumpang pun semakin banyak dan menumpuk, pas bus datang dah penuh pulak. Dengan sedikit perjuangan, berhasil juga masuk dalam bus tapi sialnya dari pintu belakang, yang isinya kaum Adam semua. Makinlah tergencet badan yang mungil nan indah niii. Ternyata penderitaan tak sampai disitu saja, tiap bus mengerem, adoooyyy...kepala awak terantuk dengan "sesuatu". Pas awak liat dibelakang, ampun maaak, ternyata tas sandang yang cukup besar. Kenapa tasnya tak di sandang arah depan? Dah lah bus ni penuh penumpang, kepala dan badan nee semakin tersuruk-suruk kedepan. Untung dah tiba di shelter Salemba UI, selamatlah kepala niiii

Kamis, 01 Maret 2012

Bus Trans Jakarta yang Mogok


Rabu, 31 Maret 2010
            Hari yang cerah dan pagi yang cerah, mudah-mudahan dalam perjalanan berangkat kerja nanti tidak ada aral melintang untuk mendapatkan posisi terbaik di dalam bus.
Seperti biasa, setelah membeli tiket bus langsung segera menuju antrian yang lho kok tumben-tumbenan hanya beberapa orang yang mengantri. Mungkin baru saja lewat bus yang telah terisi penuh dengan berbagai penumpang yang segera ingin sampai di tempat kerja. Selang 15 menit datang bus berikutnya, sudah tampak muncung bus sedang menunggu lampu merah. Ok, siap-siap untuk bus yang segera berhenti tapi apa tu! Isi bus dah penuh, percuma pulak di halte Tu Gas ni tak ngantri kalo dari halte pasar Pulo Gadung ternyata dah setengah sesak umat manusia.
            Tapi tak apa, yang penting masih dapat ruang untuk berdiri. Karena sudah penuh dengan penumpang, pramudi hanya mengangkut dua sampai tiga orang ditiap-tiap halte bus. Walaupun ada beberapa peumpang yang turun di halte Matraman, khusus untuk transit tapi sama sekali tak terasa jumlah penumpang berkurang karena tak lama penumpang-penumpang yang mempunyai tujuan ke Dukuh Atas juga berebut untuk naik.
            Kenapalah tetap banyak peumpang yang berminat naik bus yang penuh sesak ni. Dingin AC pun dah tak ada, yang ada mulai ada kibasan-kibasan tangan penumpang yang dah mulai merasa gerah. Dah setengan perjalanan, kejap lagi dah nak sampai, tahan-tahan sikitlah. Setelah sampai di hakte Manggarai, hah apa tu! Ternyata ada bus lain yang sedang mogok, bus yang awak tumpangi pun segera merapat disisi kanan bus yang mogok tu. Segera pintu bus dibuka dan melompatlah sisa penumpang dibus yang mogok tadi ke bus yang sedang awak tumpangi. Adooo ajo, dah lah bus ni penuh sesak masih pulak ditambah dengan penumpang dari bus yang lain. Bus pun segera melanjutkan perjalanan. Dah masuk perempatan lampu merah Pasar Rumput, tiba-tiba mesin bus yang awak tumpangi mati. Pramudi pun sibuk menyalakan mesin berkali-kali. Tak lama pramudi dan asisten pramudi pun turun, entah apa yang mereka buat dikolong bus.
Amboi, waktupun terasa lambat karena AC yang mati membuat kepanasan para penumpang termasuk awak yang dah mulai mengucurkan sungai keringat. Satu menit, dua menit, 5 menit dan 10 menit belum ada tanda-tanda mesin mau menyala. Para penumpang dah mulai gelisah tapi tak lama pramudi dan asisten pramudi kembali masuk ke busway dan dua tiga starter akhirnya mesin kembali menyala. Horeeee...penumpang bersorak sorai

"Jangan" Mengeluarkan Anggota Badan


Sabtu, 2 April 2010

            Hari ni, hari Sabtu. Banyak para pekerja yang libur atau ada yang hanya setengah hari masuk kerja. Awakpun kena masuk pulak! Agaknya peumpang bus pagi ni tak terlalu sesak seperti hari-hari lain. Alhamdulillah, pas awak naik tak perlu sikut sana sikut sini lagi. Awak bisa naik dengan damai dan langsung pilih duduk dimana saja. Karena hanya ada beberapa penumpang, barulah terasa sejuk dari AC (Air Conditioner) ni. Perasaan selama awak merasakan penuh sesaknya penumpang tak adolah hawa sejuk yang terasa, hanya terasa angin semilir-semilir saje.
            Dah sampai tempat kerja dan dah nak pulang pulak, cepatnya waktu berlalu. Seperti biasa awak tunggu di halte Warung Jati. E...eh...ternyata siang hari malah lebih banyak penumpang, pas awak masuk lebih banyak budak-budak kecik, bahkan rata-rata budak-budak tu duduk di kursi dan tak ado pulak yang dipangku sama orangtuanya. Nasiiib...berdiri ajalah awak, nak minta duduk, budak-budak tu pun bayarnya juga sama  macam awak. Baru awak sadar kenapa penuh ama orangtua dan budak-budak, rupanya dari Kebun Binatang Ragunan. Alamak...pemandangan apa pulak niii...ada seorang ibu yang membawa dua orang anak yang satu budak lelaki, sekitar dua belas tahun dan yang dalam gendongannya seorang budak perempuan mungkin sekitar satu tahun. Yang budak lelaki pulas tidar di atas paha ibunya dan kadang-kadang hampir nak terjatuh dan yang budak perempuan asyik menyusu tetapi yang bikin awak malu, karena budak perempuan tu tidur juga tapi karena sambil nyusu dan selalu terlepas, terlihat anggota badan si ibu yang juga tertidur pulas. Kejap-kejap kepala budak perempuan  terdongak dan masih pejamkan mata mulutnya sibuk mencari ASInya, kejap lepas lagi, begitu seterusnya sampai transit di Dukuh Atas. Pria yang duduk di samping sang ibu pun, sepertinya duduk dengan gelisah.
            Amboi-amboi...baru ni awak naik busway disuguhkan pemandangan yang langka tapi lain waktu ada pulak ibu yang menyusui anaknya dengan sopan, ditutup pake jaket. Jadi tak perlulah awak merasa risih. Walaupun awak seorang wanita juga tapi kalo melihat ibu-ibu yang menyusui anaknya di dalam angkutan umum cuek aja, rasa-rasanya jadi malu sendiri



Teguran dari Penumpang


Jumat, 1 April 2010

            Selalu tetap dengan penuh sesaknya penumpang. Kali ini awak dapat tempat duduk yang tak resmi, ngapo awak cakap tak resmi, karna awak duduk dekat pintu manual disebelah kiri pramudi, bisa muat untuk dua orang, walaupun lantainya kotor, tak masalah, yang penting tak penat berdiri. Bus pun dah nak masuk jalan Pramuka (Jakarta Timur) dan jarang sangat mendapatkan pramudi yang ngendarai bus dengan nyaman, kalo tak gas rem...gas rem, posisi nak keluar tak pas (agak melenceng beberapa centimeter) dan tak jarang harus dengan melompat.
            Pada saat bus melaju dengan kecepatan rata-rata 50 km/jam, tiba-tiba ada mobil yang nyelonong belok untuk putar balik...ciiiiittt...pramudi pun mengerem mendadak dan adoiii...seluruh penumpang hampir terhempas ke arah depan. Selamaaattt...tak ado yang terjatuh dan pramudi mulai melanjutkan perjalanan tapi tak sedap pulak rasanyo, langsung tancap gas,  hampir semua penumpang bergoyang-goyang tak jelas dan salah satu penumpang wanita menyeletuk : “Maaf pak, kalau mengendarai bus pelan-pelan saja. Perut saya sampai mual nich!”. Memang dari awal bus melaju, suko-suko pramudinya gas...rem...gas...rem. Ehem, ado jugo penumpang yang berani negur pramudi tapi pramudinya diam ajo, tak menjawab sepatah kato pun. Okelah, udah nak sampai halte Matraman, mulai agak enak sikit ngendarainya tapi setelah melewati perempatan Matraman, tak ngaruh pun, tetap aje pramudi gas...rem...gas...rem.
            Kadang-kadang awak agak mabok juga kalo lagi dapat pramudi yang tak sedap ngendarai busnyae, apo karena ukuran bus yang besar, makanyo pramudi tak terlalu bisa mengatur pengereman yang mulus ato pramudinya emang suko sangat bikin penumpung terhuyung-huyung?
Apo perlu awak yang turun tangan, ngajari para pramudi supaya lebih lembut ngendarai bus, sehingga kito para penumpang ni pun bisa dengan nyaman untuk tiduuurr...ha..ha



Sapaan Sang Asisten Pramudi


Kamis, 31 Maret 2010

            Pulang kerja kali ni dapat tango (jam lima langsung teng), harus langsung cabut dan secepatnya sampai halte bus Warung Jati. Tak usah tunggu-tunggu Pulo Gadung Expres, mano bus yang datang duluan awak naik ajolah. Dah penat kerja, rasanya nak langsung sampai rumah. Alhamdulillah dapat tempat duduk, jarang-jarang dapat tempat duduk disaat jam pulang kerje. Dah lewat halte Imigrasi, kejap lagi sampai halte Mampang Prapatan tapi amboiii ngapo pulak ni macet? Pas awak tengok, banyak mobil-mobil pribadi yang masuk jalur bus. Apa karena habis turun hujan lebat? Sehingga banyak kendaraan yang memperlambat laju kendaraannya sehingga menambah kemacetan dan membuat orang-orang yang tak tau aturan masuk ke jalur bus. Sabar...sabar...mendingan awak baca buku ajo tapi agak-agak was-was juga kalau macet begini bisa-bisa sampai di rumah jam delapan malam. Tapi tak pa-po, hari ni awak lagi datang bulan, jadi tak pusing nak sholat maghrib dimane.
            Dan nak sampai halte Latu Harhari, penumpang yang udah penuh sesak dan waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, beberapa penumpang yang nak turun di halte Latu Harhari bersiap-siap nak turun, tapi karena keadaan yang berdesak-desakkan membuat petugas mengatakan “Mohon diberi kesempatan yang mau lewat”, amboi keren nian bahasonya, macam nak iklan di tv pulak, “Kita kasih kesempatan untuk yang mau lewat ini”, geli juga awak mendengarnya.
            Betul dugaan awak, pas sampai halte Rawamangun, waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Banyak juge penumpang yang turun tapi awak turun di halte terakhir,  halte TU GAS. Setelah pramudi menurunkan penumpang di halte Rawamangun dan busway sudah mulai melaju, asisten pramudi mengucapkan “Selamat malam bapak-bapak...ibu-ibu”. Siiiing, suasana tetap hening. Sekali lagi asisten pramudi mengulang ucapannya “Selamat malam bapak-bapak...ibu-ibu”, kali ini dengan sisa penumpang termasuk awak menjawab ‘Maalaaaam”. Asisten pramudi menjawab kembali “Terima kasih telah menggunakan busway, harap jangan lupa dengan barang-barang anda dan jangan sampai ada yang tertinggal. Hati-hati melangkah!”. Amboi baru kali ni awak naik busway ada sapaannyo. Ternyata masih ada budaye sopan santun orang melayu di Jakarta ni.

Kaki tak napak tanah


Rabu, 30 Maret 2010

Adoiiii...pulang kerja kali ni lewat jam lima sore., kalo tak buru-buru Pulo Gadung Express (bus dari Ragunan langsung menuju Matraman tanpa berhenti di halte Halimun setelah melewati halte Latu HarHari) terlewat pulak. Butuh waktu kira-kira sepuluh menit dari kantor awak menuju halte bus Warung Jati.
Alhamdulillah, pas selesai beli tiket, pas pulak bus Pulo Gadung Express tiba. Lumayan, walaupun sudah penuh tapi tak terlalu berdesak-desakkan. Tapi, lagi-lagi perkiraan awak meleset, setelah melewati beberapa halte bus dan memasuki halte Departemen Kesehatan, orang-orang dah macam dalam kaleng sarden. Bus Pulo Gadung Express ni memang sangat primadona, setiap penumpang yang tau, pasti berebut nak naik, padahal selisih waktunya tak jauh beda dengan bus lain yang transit ke halte Halimun dulu.
            Dah melewati halte Latu HarHari penumpang tambah banyak saje, himbauan petugas bus untuk tidak naik lagi tetap tak digubris, awak yang sudah dalam keadaan terjepit lamo-lamo serasa tak napak lagi, entak kaki siapa yang awak injak ni. Belum lagi aroma ketek pria di sebelah kiri awak (untung awak selalu pake masker, jadi baunya agak-agak samar) dan apo tu? Pemandangan depan awak seram sangat, cewek cantik nan bersih tapi sayang karena hawa yang lumayan gerah (kalau dah saking penuhnya, AC pun dah tak ado sejuk-sejuknya, awak pun dah mulai berpeluh), bagian keteknya basah dan baju dibagian keteknya tu pun ado bolong-bolong kecil pulak. Inilah pemandangan kalo lagi bergelantungan, belum lagi besi untuk pegangan tangan bisa satu untuk berdua dan bahkan ada dua besi pegangan tangan disabotase untuk satu orang. Payah...payah, padahal awak juga agak-agak susah berpegangan kalo tak dapat pegangan dibesi dekat depan pintu.
Besok siksaan apalagi yang awak terima, dah nak sampai halte Manggarai pun penumpang tetap penuh, kejap lagi sampai halte Matraman, mudah-mudah banyak penumpang yang turun, supaya kaki awak ni bisa napak lagi.



Keno Sikut


Selasa, 29 Maret 2010

Pagi ini harus semangat untuk berjuang, mengingat pengalaman kemarin berebut nak masuk bus, kali ini awak harus bisa lolos dengan mulus dan licin macam belut. Wah...tumben...lumayan agak sedikit jumlah penumpang yang menunggu bus. Ooo...pantas aje tak berebut, rupe-rupenye jarak bus yang datang tidak terlalu lamo.
Naik halte TU GAS, hanya terisi seperempat penumpang. Naik lagi penumpang dari halte Layur, Rawamangun, Velodrome...eh...eh...makin lamo, makin banyak penumpang yang masuk. Pas didepan awak, emak-emak pulak, karena kesejatian awak sebagai seorang wanita dewasa, awak persilahkan duduk, awak pun sibuk bergelantungan.
Dah nak sampai halte Matraman, orang-orang dah penuh sesak. Susah juga nak bergerak. Tiba-tiba...adoy...karena tubuh awak yang pendek ni tau-tau kepala dah kena sikut ajo. Pas awak tengok, suailah, sebelah awak pria yang cukup tinggi dan tangan dia yang bergelantungan menekuk dan ujung sikutnya agak-agak mendekati kepala awak.
Hik...hik...nasib...awak cubo bergeser pun, ternyata awak diapit samo-samo pria yang memiliki postur tubuh yang menjulang. Awak hanya bisa menundukkan kepala sedikit dan selalu berharap pramudi tak sering genjot gas asal-asalan, karena setiap pramudi rem mendadak dan mulai menginjak gas lagi, karena orang-orang yang penuh sesak, terhuyung-huyung dan terdorong kesana-kemari, disetiap itu pulak kepala awak selalu tercium sikut, Apa orang-orang yang nyikut ni tak terasa kalo ada budak kecik nan imut ini? akhirnya lamo-lamo mereka pun sadar dan merubah posisi agar ujung-ujung sikut mereka tak selalu mampir dikepala awak. Tapi walaupun sudah tak diterjang ujung sikut tetap saje merane karena pemumpang yang penuh sesak, setiap bus berhenti dan melanjutkan perjalanan pasti tubuh ni terhuyung-huyung, kadang-kadang hampir nak terjatuh. Untung aja karena keadaan yang penuh sesak, tubuh ni berimpitan dan selalu ikut kemana arah tubuh-tubuh lain yang mengapit.